Apakah mungkin meskipun satu genus, kedua spesies yang morfologinya berbeda bisa disilangkan? Dikatakan, syarat individu yang bisa disilangkan memiliki jumlah kromosom yang sama. Tapi apakah jumlah kromosom sama diekspresikan oleh morfologi yang serupa?
Persilangan di atas dimungkinkan terjadi. Dan bukantah perbedaan (termasuk perbedaan morfologi) tersebut justru yang menjadi daya tarik saat melakukan persilangan ? Dengan harapan diperoleh hybrida yang punya paduan sifat dari kedua induknya.
Lebih jauh, dalam dunia anggrek bahkan dikenal adanya persilangan antar genus (intergeneric hybrids).
Dikatakan, syarat individu yang bisa disilangkan memiliki jumlah kromosom yang sama.
Syarat persilangan adalah terdapat ‘kromosom homolog’, agar proses meiosis dapat berlangsung normal dan gamet dapat hidup.
Syarat “jumlah kromosom harus sama” sebenarnya adalah kerancuan yang timbul dari kenyataan, bahwa pasangan induk yang beda jumlah kromosomnya akan menghasilkan anakan (hibrid) yang mandul (steril).
Namun keadaan tersebut dalam dunia pertanian malah dimanfaatkan untuk tujuan tertentu. Misal : menghasilkan tanaman “semangka tanpa bijih”.
Semangka tetraploid (4n) X semangka diploid (2n) = semangka tanpa bijih (triploid, 3n). Menghasilkan hibrida steril hingga tidak dapat dipebanyak lagi oleh pihak lain.
Catatan : syarat harus ada kromosom homolog, tidak berlaku dalam “biologi molekuler”. Dengan kecanggihan bioteknologi dapat diciptakan hibrida baru meski tanpa kromosom homolog.
Tapi apakah jumlah kromosom sama diekspresikan oleh morfologi yang serupa?
Rumus bakunya, fenotipe = fungsi dari gen (G) dan lingkungan (E). Artinya, yang menentukan morfologi mahluk hidup adalah gen, bukan kromosom. Sementara memang gen adalah urutan perintah yang ada di dalam kromosom. Jadi dapat saja terjadi jumlah kromosom sama tapi dalam kromosom tersebut punya kode genetik yang lain. Hal ini akan memberi morfologi yang beda tentunya, meski makhluk tersebut punya jumlah kromosom yang sama.
Contoh : ayam (Gallus gallus) dan anjing (Canis familiaris) punya jumlah kromosom yang sama = 78.
Semoga bermanfaat.
Persilangan di atas dimungkinkan terjadi. Dan bukantah perbedaan (termasuk perbedaan morfologi) tersebut justru yang menjadi daya tarik saat melakukan persilangan ? Dengan harapan diperoleh hybrida yang punya paduan sifat dari kedua induknya.
Lebih jauh, dalam dunia anggrek bahkan dikenal adanya persilangan antar genus (intergeneric hybrids).
Dikatakan, syarat individu yang bisa disilangkan memiliki jumlah kromosom yang sama.
Syarat persilangan adalah terdapat ‘kromosom homolog’, agar proses meiosis dapat berlangsung normal dan gamet dapat hidup.
Syarat “jumlah kromosom harus sama” sebenarnya adalah kerancuan yang timbul dari kenyataan, bahwa pasangan induk yang beda jumlah kromosomnya akan menghasilkan anakan (hibrid) yang mandul (steril).
Namun keadaan tersebut dalam dunia pertanian malah dimanfaatkan untuk tujuan tertentu. Misal : menghasilkan tanaman “semangka tanpa bijih”.
Semangka tetraploid (4n) X semangka diploid (2n) = semangka tanpa bijih (triploid, 3n). Menghasilkan hibrida steril hingga tidak dapat dipebanyak lagi oleh pihak lain.
Catatan : syarat harus ada kromosom homolog, tidak berlaku dalam “biologi molekuler”. Dengan kecanggihan bioteknologi dapat diciptakan hibrida baru meski tanpa kromosom homolog.
Tapi apakah jumlah kromosom sama diekspresikan oleh morfologi yang serupa?
Rumus bakunya, fenotipe = fungsi dari gen (G) dan lingkungan (E). Artinya, yang menentukan morfologi mahluk hidup adalah gen, bukan kromosom. Sementara memang gen adalah urutan perintah yang ada di dalam kromosom. Jadi dapat saja terjadi jumlah kromosom sama tapi dalam kromosom tersebut punya kode genetik yang lain. Hal ini akan memberi morfologi yang beda tentunya, meski makhluk tersebut punya jumlah kromosom yang sama.
Contoh : ayam (Gallus gallus) dan anjing (Canis familiaris) punya jumlah kromosom yang sama = 78.
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar