Selasa, 18 Maret 2008

New Lesson From Lovina or DS2

Rekan semua...
Tidak mau berpanjang-panjang dengan Lovina (LV) atau Daeng Siam 2 (DS2). Point saya tentang hal ini masih tetap sama:
  1. It is probably not possible to clean up the mess without making some unhappy
  2. This is not very easy as few breeders have access to a wide range of material for comparison
Berdasarkan cerita sejarah tanaman LV dan DS2 , hemat saya : pemakaian nama keduanya tidak ada yang salah. Karena memang tidak ada aturannya. Lho kok gitu ?. Lha iyalah, karena yang diatur UPOV, ICNCP, atau konvesi yang lain, adalah untuk cultivar atau variety yang 'come true from seed' atau yang “true type”.
Ini yang dulu saya maksud dengan kata “bersyarat”. Bagaimana dengan yang “bebas”, “Xtra”, atau “non true type”, …. ya silakan saja, monggo ….tidak ada aturannya, kok minta yang ruwet-ruwet. Untuk apa ?
Pak Agus dkk sah-sah saja dengan Lovina-nya, demikian pula pak Iwan dkk sah-sah saja dengan DS2-nya. Bang Jani dkk di Manado juga sah-sah saja dengan Kawanua-nya

Kebiasaan umum, “cultivar” yang belum sepenuhnya “true type” dan belum siap release biasa hanya diberi “code” angka atau huruf.
Bagaimana kalau tetep mau dijual meski belum sampai taraf “true type” ? Tidak usah diberi label, atau pakai label nama indukan - the parent cultivar's. Sekali lagi ini hanya kebiasaan, bukan aturan.
Benih asal nemu, tanpa sejarah “ayah – bunda”?. Gampang, beri saja kode : Ya-Pit : Yatim Piatu atau Nang-Sib .
Lhahh …. Omong kesana-kemari itu cuma dapat ending : tidak ada aturan to. Ya memang begitulah adanya di dunia ini – sulit dibuat gampang, gampang dibuat sulit…..(kembali ke point “yang paling lebih penting lagi” : butir 1 dan 2, tersebut di atas).

Pelajaran dari LV dan DS2, yang mungkin perlu didiskusikan adalah : Pengaruh grafting terhadap batang atas. Contoh kasus Two Tones terhadap Daeng Siam yang menghasilkan DS2.
Menurut Mangoendidjojo W., 2003 :
  1. Interaksi antara stock dan scion, secara genetik merupakan interaksi antara dua komponen genetik pada luka sambungan; seperti yang banyak dijumpai pada tanaman buah-buahan yang dapat memberikan dampak pertumbuhan menjadi dwarfing, vigor, invigoritas, atau mempengaruhi ukuran buah yang dihasilkan. Hal seperti ini tidak akan dijumpai bila tanaman hasil grafting ini kemudian dikembangkanbiakan secara seksual.
  2. Grating dapat menimbulkan terjadinya khimer. Adanya pencampuran peleburan sel jaringan pada pertautan luka antara batang atas dan batang bawah dapat menimbulkan off-type sebagai keragaman.
  3. Sel jaringan pertautan luka dapat mengalami mutasi somatik sehingga mengakibatkan penampilan off-type. Bila mutasi seperti ini menguntungkan, selanjutnya dapat dikembangkan secara vegetatif.
Kira-kira jenis mana yang menimpa graftingan daeng siam – two tones” ? Apakah urutan graftingan itu (mulai dari batang bawah) = daeng siam – two tone; atau kamboja lokal (?) – daeng siam – two tones; atau yang lainnya?
Kira-kira bunga DS2 muncul dari 1) ujung batang atas (scion); 2) dari tunas samping yang tumbuh pada luka pertautan; 3) dari tunas samping batang atas; 4) dari tunas samping batang bawah; 5) atau dari seluruh bagian kesatuan tanaman – ya batang bawah ya batang atas?
Apakah kemudian graftingan yang akhirnya menyebar ke Lumajang, Cilacap, Cileduk, dll, sebagai batang bawah tetap dipakai daeng siam, atau sudah diganti kamboja lokal, atau jenis yang lain ?
Jawaban di atas akan menjadi masukan berharga bagi kita semua. Misal : lega rasanya bahwa ternyata untuk menghasilkan varietas-baru, bisa dengan grafting, tidak perlu repot HP .
Pak Mangoen pada halaman 132 kelihatan lebih MFNW dibanding Ohta – san yang lebih frankly speaking ……… he he he.
Ibarat mata uang, Ohta-san memilih sisi yang bergambar bunga melati ber-angka 500, jadi langsung kelihatan nominalnya. Pak Mangoen pilih sisi yang bergambar Garuda Pancasila nya saja, harus dibalik untuk lihat nilai nominalnya. Yang penting NKRA ( Negara Kesatuan Republik Adeniumania ).
Saya lanjutkan beberapa point pak Mangoen*) dari halaman sebelumnya (hal 127). Dengan harapan, apa yang sebenarnya tersirat pada hal 132 dapat lebih terlihat jelas, sehubungan dengan masalah “graft hybrids”.
  1. Mutasi atau perubahan kromosome dapat terjadi secara spontan dan secara buatan. Pada tanaman, mutasi hanya dapat terjadi pada suatu bagian atau segmen dari jaringan meristem.
  2. Khimer (=mutasi-red) adalah mosaik genetik yang terdapat dalam sel pada jaringan meristem pucuk (shoot meristem?) yang kemudian berkembang serta memberikan fenotipe atau penampilan yang berlainan.
  3. Khimer berdasarkan posisi serta jaringan yang terpengaruh, dapat dibagi menjadi ; khimer sektoral, meriklinal, dan periklinal.
Skenario pemahaman
  1. Perwujudan yang nampak secara visual maupun yang teramati melalui pengukuran tertentu pada tanaman (=fenotipe= P), tergantung dari faktor genetik (=G) dan lingkungan (=E). Rumus bakunya adalah P = G + E.
  2. Perwujudan yang nampak dari suatu bunga, demikian juga tidak bisa lepas dari hukum P=G+E.
  3. Kenampakan karena faktor gentik dapat diwariskan, sedangkan pengaruh lingkungan tidak dapat diwariskan.
  4. Untuk memudahkan pemahaman, mungkin harus pakai contoh skenario sbb.:
Dari 100 graftingan TT+DS yang ada ditempat mas Tomo, salah satu graftingan menunjukan variasi (penyimpangan), misal menjadi DS2. Padahal kondisi lingkungan (pemupukan , penyiram, penyinaran, kelembaban) sama, kok ada satu yang menyimpang. Dapat disimpulkan, penyimpangan tersebut akibat faktor genetik.

Dari 100 graftingan TT+DS, dibagi-bagi, 20 tanaman ditempatkan di rumah mas Tomo (Pekanbaru) , 20 di bang Zai (Medan), 20 di mbah Suro (Jakarta), 20 di bos Argy (Jakarta), dan 20 sisanya di tempat mas Rohmad (Jakarta). Saat berbunga, ternyata 90 tanaman yang ada di tempat mas Tomo, bang Zai, mbah Suro, dan bos Argy, memberi kenampakan sama, yaitu DS. Anehnya, 10 tanaman di mas Rohmad kok bunganya menyimpang menjadi DS2, ada apa ini ?

Di lihat dari lokasi penanaman, perbedaan lingkungan muskil berpengaruh. Nyatanya, Medan , Pekan, Baru, Jakarta , memberi kenampakan 90 bunga DS sama. 30 tanaman di Jakarta , kok hanya 10 yang di mas Rohmad yang menyimpang. Padahal Vila Nusa Indah dan Menteng Dalam, tidak jauh, sama-sama di Jakarta, tentu perbedaan iklim tidak akan extrem.

Kalau faktor genetik penyebabnya, kok hanya di tempat mas Rohmad saja, lagian kok 10 semuanya ? Ada radiasi apa di rumah mas Rohmad ? Atau ada kandungan kimia apa di air sumur mas Rohmad ? Selidik punya selidik, ternyata perlakuan graftingan di mas Rohmad, amat-sangat jauh berbeda dengan rekan-rekan yang lain. Karena sibuk, sedkit waktu (to the point, males ), oleh mas Rohmad perawatannya diserahkan ke “pembokat”, tanpa dikursus merawat adenium lebih dulu. Tahunya dulu nanam padi dan tomat, oleh pembokat, graftingan TT+DS, tiap hari disirami dan dipupuk. Ada hormon apa saja diberikan, padahal itu ada yang untuk tuannya. Pokoknya, takut dimarah kalau mati, perawatan menjadi super ekstra (ekstra aneh-red).

Apakah perawatan super ini membuat terjadinya penyimpangan TT+DS menjadi DS2 ? Harus dibuktikan. Perlakuan membuat susunan genetik TT+DS berubah, atau hanya perubahan sementara saja.
2 tanaman dikirim ke mas Tomo, 2 tanaman ke mbah Suro, 2 tanaman ke bang Zai, 2 tanaman ke bos Argy, dan sisanya 2 tanaman tetep di mas Rohmad.
  • 5. Pada periode bunga selanjutnya, keanehan kembali muncul. Selain di tempat mas Rohmad, bunga DS2 kembali ke asal menjadi DS. Kesimpulan, penyimpangan di tempat mas Rohmad, bukan karena faktor genetik, tetapi faktor lingkungan, dalam bentuk perawatan ekstra.
Penyelidikan dilanjutkan pada 1 tanaman mas Tomo yang menyimpang dari TT+DS menjadi DS2 ? Apa penyebab perubahan genetik tersebut ? Mari kita amati pohon aneh ini. Mungkinkah karena grafting ? Atau memang karena nasibnya memang harus berubah ? Atau sebab yang lain ? Mutasi ? Rekombinasi genetik ? Atau Dinas Luar ?

Faktor-faktor yang mempengaruhi

Warna yang nampak pada bunga, ditentukan oleh pigmen, suatu molekul berstruktur kimia tertentu (di adenium pigmen warna yang dominan adalah antosianin). Antosianin dihasilkan dari sintesa “gula” dan asam amino dalam sel bunga, diprakarsai oleh enzym (jenis protein tertentu) sekaligus sebagai suatu katalisator. Jenis dan macam enzym dikendalikan oleh gen. Istilah populernya, satu gen – satu enzym. Hubungan antara substrat (gula, asam amino) dengan enzym : Jika substrat menjadi pembatas, maka penambahan enzym selanjutnya tidak lagi mempengaruhi laju reaksi. Bila substrat tidak terbatas, pada akhirnya ketersediaan enzym (ditentukan oleh gen) akan menjadi faktor pembatas terhadap laju reaksi.

Saat kita melihat pola, intensitas, dan warna bunga yang berbeda-beda, sebenarnya kita sedang melihat suatu “perbedaan tingkat kendali enzym”. Kita sedang menyaksikan perbedaan ekspresi gen, pada tempat tertentu dalam struktur sel bunga. Ada Harry Porter, My country, Inocento, Lovina, DS2, Daeng Siam , dll, dll.

Lingkungan punya peran dalam performance bunga. Pengaruh ini bertalian erat dengan sensitifitas antosianin terhadap PH, kehadiran ion logam tertentu dalam sel bunga, atau cahaya matahari. Kekurangan mineral dan nutrisi, dapat menyebabkan bentuk sel bunga mengalami deformasi, yang mana berakibat pula pada cara terdapatnya dan penyebaran pigmen dalam sel bunga. Rekan-rekan masih ingat dengan “Fadia Menclek” bu Maria ?. Atau percobaan bang BJ dengan Brave Hearts + vetsin ?

Air dan nutrient (mineral) mengalir dengan trayek tetap (“transportasi”) : diserap akar – batang - cabang – menuju daun. Nutrisi diperlukan untuk pembentukan kloropil daun yang berguna dalam proses fotosintesa di daun. Dibantu sinar matahari, proses fotosintesa akan mengubah air dan CO2 (diperoleh dari udara) menjadi gula.

Gula yang terbentuk di daun ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman (sink) yang butuh untuk pertumbuhan, perkembangan, cadangan makanan, dan pengelolaan sel. Termasuk disini tentunya ke bunga, untuk membentuk pigmen warna. Trayek tetap aliran gula : Dari daun menyebar keseluruh bagian tanaman yang membutuhkan (cabang – batang – akar).

Grafting adalah masalah penggabungan dua bagian tanaman yang berlainan (sambung atau tempel), sedemikian rupa hingga merupakan satu kesatuan utuh dan tumbuh sebagai satu tanaman setelah terjadi regenerasi jaringan pada bekas luka sambungan atau tautan. Grafting adalah masalah fisiologis semata. Karena tanaman tidak mempunyai sistem antibodi seperti kita atau hewan lain, toleransi keberhasilan grafting menjadi sangat tergantung pada kedekatan perkekerabatan antara dua bagian yang disambung. Grafting mirip sambungan selang air dengan peralatan “shower” di rumah. Problem akan timbul bila ada perbedaan diameter selang dengan shower, seperti juga halnya bila cara menyambungnya jelek.

Grafting berpengaruh terhadap serapan air dan nutrisi bagi pembentukan kloropil. Kloropil berpengaruh terhadap produksi gula di daun. Ketersediaan gula berpengaruh terhadap bentuk sel bunga, intensitas, kecerahan, dan “warna” bunga. Grafting tidak berpengaruh atau merubah pola, pattern atau corak dasar bunga. Sifat keberadaan antosianin di pinggir petal, corong bunga, atau di urat bunga, ditentukan oleh gen (nilai plastisitas lingkungan nya rendah).

Bagaimana pengaruh grafting terhadap kemungkinan mutasi ?

  • Mutasi, secara mudahnya dapat diterjemahkan sebagai suatu perubahan dari apa yang seharusnya terjadi, akibat ada perubahan gen tanaman (urutan DNA). Ingat “one gen one enzym”. Gen berubah, enzym berubah, berubah pula reaksi kimia yang dihasilkan. Frase “akibat ada perubahan gen” sangat krusial, karena perubahan dari apa yang seharusnya, belum tentu akibat mutasi. Contoh, kekurangan nutrisi dapat merubah daun yang seharusnya berwarna hijau menjadi warna kuning pada pinggir daun.
  • Mutasi dapat terjadi secara alami (spontan), maupun karena buatan (dengan mutagent tertentu). Di alam, probabilitas terjadi mutasi 1 : 100.000 sampai 1 : 10.000.000 atau 0.001 % - 0.00001%.
  • Mutasi tanaman terjadi pada jaringan sel yang sedang aktif membelah diri, baik secara mitosis (tunas daun yang sedang tumbuh) maupun meiosis (saat pembentukan polen atau sel telur bunga). Mungkin karena sel-sel sedemikian sibuk membelah diri, hingga urutan DNA dalam gen menjadi mudah kacau …… “kemrungsung and ribet” sih.
  • Mutasi di tunas daun biasanya hanya nampak di sebagian tertentu dari tanaman. Misal : cabang sebelah kiri berbunga “double flower” namun cabang yang kanan berbunga normal. Mutasi di bunga, hasilnya akan nampak di seluruh bagian tanaman (kala benih yang dihasilkan tumbuh menjadi tanaman).
Kesimpulan, semakin sering sel dibuat dalam kondisi membelah diri, semakin besar probabilitas mutasi. Bukankah pruning dan grafting menciptakan kondisi dimaksud?. Artinya, memfasilitasi tempat tumbuhnya tunas-tunas baru tempat dimana mutasi dapat terjadi ? Bahkan kalau mau jujur, sapi yang merumput dipadang rumput, dapat dikatakan sedang memperbesar peluang terjadinya mutasi. Namun jangan dibilang, bahwa pruning, grafting, apalagi sapi, sebagai penyebab mutasi …….. he he he.

Point tulisan :
Mutasi dapat terjadi spontan atau karena buatan. Probabilitas terjadi mutasi alami 0.001% - 0.00001%
Mutasi terjadi pada jaringan sel yang sedang membelah diri (mitosis atau meiosis).
Pruning, grafting menciptakan peluang terjadinya mutasi, namun bukan penyebab mutasi.
Dari tulisan bagian I, II, dan III, apa yang dapat disimpulkan dari peristiwa grafting TT+DS = DS2 ?
  • 100 grafting, hanya 1 grafting TT+DS berbunga DS2. Patut diduga perubahan tersebut akibat mutasi.
  • Grafting tidak menyebabkan mutasi. Kalaupun dipaksain, grafting dapat merubah penampilan, maka perubahan tersebut tidak signifikan dan tidak awet. Apalagi kalau denger cerita, bahwa setelah jadi DS2, lantas disebar ke teman-teman untuk hadiah, apa ya batang bawahnya masih saja pakai TT. Kok eman-eman ya. Tapi kalau batang bawah pakai kamboja lokal, apa ndak takut DS2 balik lagi jadi DS. Lho ? Kok seperti bertentangan dengan teori Pak Mangoen ? Well, di tulisan bagian III semoga terjawab.
  • Mutasi dapat terjadi secara spontan pada bagian sel yang sedang memperbanyak diri, baik itu mitosis atau somatik seperti pada tunas daun, maupun meiosis saat pembentukan polen atau sel telur di bunga. Coba lihat kembali Pak Mangoen halaman 127 sebagai landasan statement beliau di halaman 132.
Grafting memfasilitasi tumbuhnya tunas baru (meristem), tempat dimana mutasi biasanya berlangsung. Namun bukan berarti, grafting penyebab mutasi.

Resume :
Kembali pada TT+DS=DS2 mas Tomo , yang patut diduga sebuah mutasi.
Timbul pertanyaan; kalau itu mutasi, apakah terjadi di seluruh bagian batang atas (bagian DS) hingga berbunga DS2 ? Apakah saat itu grafting satu mata tunas (budding) ?

Skenario pertama : mas Tomo menjawab, ya dulu memang budding. Satu mata tunas DS saya tempelkan pada batang bawah TT, tunas tumbuh menjadi cabang berbunga DS2, yang cepat sekali pertumbuhannya, hingga bisa dibuat banyak grafting lagi.
Kesimpulan: selamat , 1 dari 100.000 s/d 1 : 10 juta, apa ndak anugerah.

Skenario kedua : mas Tomo menjawab, bukan buding tapi V grafting biasa. Memang
hanya satu mata tunas batang atas (DS), tumbuh sebagai cabang berbunga DS2. Cabang lain tetap DS. Grafting ini, tumbuh cepat, pokoknya jagur , hingga dapat dibuat banyak grafting lagi, disebar ke banyak teman.
Kesimpulan : sekali lagi, selamat mas Tomo, 1 dari 100.000 s/d 1 : 10 juta.

Skenario ketiga : mas Tomo menjawab, pokoknya V grafting, terserah mutasi apa bukan, pokoknya TT+DS keluar DS2. Seluruh mata tunas batang atas (DS) tumbuh menjadi cabang berbunga DS2. Kalau ndak gitu, mana bisa saya bagi grafting ke banyak teman.

Kesimpulan : ????. Mohon diingat lagi, batang atas saat itu DS atau memang sudah DS2 adanya ?. Kalau dilihat seputaran tahun kejadian, apakah tidak ada kemungkinan batang atas yang digrafting ke TT, datangnya bareng-bareng dengan Pink Illusion milik alm. pak Frans – Gama Cactus.
Belum lagi, kalau itu memang DS mutasi ke DS2, tidak setiap mutasi bisa diperbanyak secara grafting. Salah-salah, justru akan membuat mutasi tersebut hilang …… seperti banyak kasus variegata yang setelah diperbanyak malah hilang.

Kesimpulan akhir, berpulang pada kejujuran jawaban mas Tomo masuk kategori skenario yang mana, 1, 2, atau 3 ?. Dan dengan ini, TT+DS=DS2 saya kembalikan ke mas Tomo. ……. Monggo. Lunas sudah …. PR dari mas Tomo. Kira-kira saya lulus ndak ya ?
Salam

Tharie Wie
www.omahijo.com

Suara hati berbisik : “disuatu tempat, somewhere, ada original DS2 atau Lovina atau Pink Illusion, tumbuh berasal dari benih, bukan karena proses graftin

Terimakasih kepada pak Agus Riyanto, Cilacap (pemilik Lovina) yang telah bersedia mampir ke pondok kami, Omahijo, hari Minggu tgl. 1 Juli 2007.

*) Mangoendidjojo W., 2003, Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman, Cetakan ke 5, Penerbit Kanisius, Jogyakarta, hal. 132)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar